Komisi II DPR Kritik KPU Soal Kerahasiaan Dokumen Capres-Cawapres: Publik Butuh Transparansi



Jakarta, 16 September 2025 — Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengkritik Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang menetapkan sejumlah dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden — seperti ijazah — sebagai informasi yang dikecualikan dari akses publik.

Rifqi menyatakan, keputusan tersebut tidak hanya keliru secara substansi, tetapi juga mengundang pertanyaan karena baru dikeluarkan setelah seluruh tahapan Pemilu 2024 rampung.


“Itu menimbulkan banyak pertanyaan. Salah satunya kenapa keputusan itu baru dikeluarkan tahun 2025, setelah seluruh tahapan pemilu sudah selesai,” ujar Rifqi dalam keterangannya, Selasa (16/9).
Dokumen Pemilu Harusnya Bisa Diakses Publik

Politikus Partai NasDem ini menegaskan bahwa dokumen persyaratan untuk menjadi peserta pemilu — baik pileg, pilpres, maupun pilkada — seharusnya dapat diakses oleh publik, kecuali jika menyangkut rahasia negara atau informasi pribadi yang dilindungi undang-undang.


“Dokumen persyaratan untuk menjadi peserta pemilu, baik itu pileg maupun pilpres, termasuk pemilihan gubernur dan wali kota, itu adalah sesuatu yang sedapat mungkin terbuka oleh publik,” ujarnya.

Menurutnya, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) jelas menyebutkan bahwa hanya informasi tertentu yang dapat dikecualikan dari akses publik. Jika dokumen tidak mengandung rahasia negara atau tidak mengganggu privasi, seharusnya keterbukaan tetap dikedepankan.
Transparansi Penting untuk Akuntabilitas Demokrasi

Rifqi menekankan, keterbukaan dokumen persyaratan pemilu merupakan bagian dari akuntabilitas dalam proses demokrasi. Dengan terbukanya informasi, publik dapat menilai kelayakan dan integritas peserta pemilu.


“Tujuannya agar publik mengetahui sejauh mana persyaratan itu dilengkapi oleh para peserta pemilu, termasuk capres dan cawapres,” jelas Rifqi.

Ia juga mengingatkan bahwa publik saat ini membutuhkan transparansi dari seluruh institusi negara, terutama lembaga yang terlibat langsung dalam proses demokrasi.


“Saya meminta kepada KPU untuk memberikan klarifikasi atas beberapa hal tersebut agar tidak menjadi simpang siur di publik dan tidak menjadikan polemik yang berkepanjangan dan tidak perlu,” ujarnya.


“Saat ini publik memang sedang membutuhkan transparansi dan akuntabilitas dari hampir semua lembaga negara yang ada, terlebih kelembagaan demokrasi yang mengurus tentang pemilu, termasuk output institusi yang dihasilkan pemilu seperti DPR, gubernur, wali kota, dan presiden-wakil presiden,” pungkasnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama